INILAH.COM, Jakarta – Tikus raksasa Afrika mungkin bukanlah teman terbaik manusia. Namun, hewan ini bisa melakukan apa yang bisa dikerjakan anjing, yakni mencari bom.
Profesor Fakultas Zoologi di Oklahoma State University of Zoologi, Alexander Ophir, mendapat dana dari Army Research Office untuk mengkaji tikus raksasa Afrika berkantung.
Binatang ini memiliki penglihatan yang buruk namun memiliki indera penciuman yang luar biasa. Ophir mengatakan, kemampuan pencium tikus ini suatu saat nanti bisa digunakan untuk mendeteksi bahan peledak.
“Tikus ini merupakan jenis teknologi yang diharapkan akan digunakan untuk menyelamatkan nyawa,” papar Ophir. Bahkan, Ophir menyebutkan, menggunakan tikus untuk mendeteksi bahan peledak bukanlah hal yang sepenuhnya baru.
Badan amal Belgia APOPO telah menggunakan tikus raksasa berkantung Afrika yang bisa tumbuh sepanjang satu meter ini untuk mendeteksi ranjau darat. Kelompok yang bekerja di Tanzania dan Mozambique ini juga melatih tikus itu untuk mencium bau.
Tikus itu dilatih mencium bau bakteri yang menyebabkan tuberkulosis (TBC) untuk menentukan apakah seseorang bisa menderita penyakit itu. Ophir berencana mempelajari kemampuan bawaan tikus-tikus ini dan mencari cara memaksimalkan potensi mencium bau bom itu.
Studi ini bertujuan untuk mengamati tikus di lingkungan alami mereka dan kemudian mengidentifikasi jenis ‘kepribadian,’ atau watak yang mungkin menentukan apakah beberapa tikus lebih baik dibuang atau diarahkan sebagai detektor.
Menurut Ophir, tak semua tikus diciptakan sama. “Tak semua orang akan menjadi pilot pesawat tempur. Beberapa orang mungkin lebih baik berada di bagian artileri atau penembak jitu,” katanya.
Kata lainnya, beberapa tikus mungkin secara alami cocok untuk mencium bom. Ketika sifat itu teridentifikasi, gagasan selanjutkan yakni melihat apakah DNA dapat dikaitkan dengan sifat itu.
Kemudian, menggunakan penanda genetik, memilih tikus yang cocok untuk berkarir dalam bidang deteksi bom saat lahir. Ophir mengatakan, tikus bisa digunakan untuk mendeteksi ranjau darat.
Selain itu, tikus juga bisa digunakan untuk mendeteksi bom di pinggir jalan seperti di Irak dan Afghanistan. Bahkan, tikus-tikus ini bisa digunakan agen Administrasi Keamanan Transportasi untuk menyaring kargo di bandara.
Menurut Ophir, meski tikus tak seramah anjing dan menyulitkan banyak orang saat agen keamanan bandara menyaring barang-barang dengan menggunakan hewan pengerat itu, namun cara ini menawarkan beberapa keuntungan, termasuk kemudahan untuk melatihnya.
“Anjing bisa memiliki ikatan kuat dengan pelatihnya namun tikus tidak,” katanya. Anjing biasanya bekerja dengan satu pelatih khusus sedangkan tikus bisa bekerja dengan siapa pun yang telah berlatih lama dengannya.
Satu orang bisa bekerja dengan lima atau enam tikus yang berbeda. Hal ini berpotensi menghemat biaya dibanding ketika melatih anjing. Namun, apa penciuman tikus lebih baik atau lebih buruk dari anjing?
“Tak seorang pun pernah menanyakan atau mencoba menjawab pertanyaan itu,” kata Ophir. Kita tahu anjing memiliki penciuman yang sangat tajam, dan tikus ini memiliki penciuman yang jauh lebih tajam, lanjutnya.
Menurut Ophir, salah satu kelemahan utama tikus adalah, sulit menemukan sesuatu untuk memotivasi agar hewan ini mau mencari sesuatu, seperti bahan peledak. Tentunya, makanan bisa menjadi pemancingnya namun ketika tikus kenyang, makanan tak lagi bisa memotivasi mereka untuk bekerja.
“Kita perlu mencari sesuatu untuk memotivasi tikus-tikus ini yang tak membuat mereka puas. Seperti seks,” katanya. Bagi anjing, ‘insting mangsa’ itu dapat diwakili oleh sesuatu yang sangat sederhana seperti bola tenis. “Saya rasa motivasi tikus tak sekuat anjing,” katanya. [mdr]
0 komentar:
Post a Comment